Kain batik selama ini hanya dianggap sebagai koleksi sandang semata. Namun tidak bagi para kolektor batik. Mereka menganggap batik seperti sebuah lukisan yang bisa dijadikan investasi jangka panjang, karena merupakan karya seni yang sangat tinggi.
"Batik sangat identik dengan Indonesia. Jadi pasarnya sangat luas dan
beberapa kolektor asing, seperti Jepang, Amerika, Australia dan negara
ASEAN, seperti Singapura dan Malaysia sangat antusias mengumpulkan batik
sejak puluhan tahun yang lalu," kata Rahmat, kolektor batik, di Jakarta,
Minggu (26/4).
Dia menjelaskan, mengoleksi batik membutuhkan waktu lebih lama. Biasanya
yang dikeluarkan pun jauh lebih murah daripada mengoleksi lukisan.
"Ketika kain bertambah tua dan dijual kepada kolektor batik lain,
maka harganya bisa saja setara atau bahkan lebih tinggi dari lukisan
tertentu akibat sangat langkanya," kata Rahmat.
Tapi sayangnya, para kolektor masih banyak yang salah beli tekstil
cetak bermotif mirip batik dan dikira batik tulis. Masyarakat juga,
belum banyak yang memandang batik sebagai barang seni dengan potensi
investasi tinggi. Padahal, ada batik tulis antik yang harganya di atas
lukisan maestro berukuran kecil.
Rahmat sendiri mempunyai batik Oey Soe Thoen dan Kopi Tutung yang
berusia 95 tahun. Batik tersebut dipamerkannya pada pameran di Galeri
Apik, Jakarta, hingga 25 Mei mendatang.
"Jadi yang dipamerkan itu semuanya adalah kain unggulan (wastra
prima). Batik tulis itu dekat dengan citra wanita berkain. Bagi saya
keduanya, baik lukisan maupun batik memiliki nilai seni dan budaya
tinggi, karena kreativitas perancangnya yang mengagumkan, memiliki
banyak arti simbol khas dan dibuat tangan," kata Rahmat yang juga
Direktur Galeri Apik itu.
Dalam pameran tersebut bertajuk "Small Bites", Rahmat memamerkan
kain batik klasik dan kebaya antik. Termasuk kain tenun wastra nusantara
berusia 40 tahun lebih, dan koleksi batik-batik tua berusia 80 tahun
lebih dari perancang terkenal zamannya.
(antara)
link by Aman Lase Collection
link by Aman Lase Collection