Translate

Kamis, 23 Juli 2015

Tenun Tajung, si kain tenun Palembang




Berdiri sejak tahun 1960-an, sentra produksi kain jumputan dan tenun tajung di Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu I, Palembang sudah kesohor. Selain pasar domestik, produk kain khas Bumi Sriwijaya ini sudah merambah hingga ke negara tetangga, seperti  Brunei dan Malaysia. Omzet perajin puluhan juta per bulan.
Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki motif kain tenun khas daerah masing-masing. Tak terkecuali di Palembang, Sumatera Selatan. Kain khas kota yang dibelah Sungai Musi ini disebut dengan kain jumputan dan tenun tajung.
Sentra produksi kain jumputan dan tenun tajung ini dipusatkan di kawasan Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu I yang berdekatan dengan Sungai Ogan.
Kelurahan Tuan Kentang terletak di kawasan pusat Kota Palembang dan mudah di akses kendaraan umum. Butuh sekitar lima menit dari Stasiun Kertapati untuk bisa mencapai lokasi ini.
Saat KONTAN menyambangi kawasan ini, terdapat delapan rumah yang memproduksi kain jumputan dan tenun tajung. Aktivitas produksi dilakukan di rumah masing-masing. Di rumah itu juga para perajin menjual hasil karyanya. Biasanya mereka menaruh produk kainnya di ruang tamu rumah masing-masing.
Menurut salah seorang  perajin, Udin Abdillah, sentra ini sudah terbentuk sejak 1960-an. Tapi baru sekitar tahun 2005, kawasan ini diresmikan pemerintah setempat sebagai sentra produksi kain jumputan dan tenun tajung.
Udin merupakan generasi kedua yang meneruskan usaha kedua orangtuanya sejak 1984. Ia bilang, awalnya perajin di kawasan ini menggunakan alat tenun gendong yang memerlukan waktu produksi cukup lama.
Namun sejak 1970 mulai menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).  "Kalau sistem tenun gendong satu lembar kain bisa 15 hari, tapi setelah modifikasi alat satu lembar kain selesai dalam dua hari," katanya kepada KONTAN.
Lewat tokonya Centra Tenun Tajung, Udin menjual aneka corak kain mulai dari tenun tajung blongsong, tenun tajung sutra, cotton merseries, blongsong dan blongket (blongsong songket), dan jumputan.
Ia juga mengembangkan beberapa produk fesyen berbahan tenun tajung seperti busana muslim, busana pesta, busana adat, kemeja, rok, blus, kerudung, selendang dan blazer.
Selain pasar domestik, produknya juga sudah merambah pasar Brunei dan Malaysia. "Pengiriman ke luar negeri menggunakan pihak kedua atau agen kami di Medan," tuturnya.
Dengan dibantu 10 karyawan, ia mampu memproduksi  160 kain per bulan. Adapun harga jual kainnya bervariasi. Untuk kain jumputan dihargai Rp 150.000, tenun tajung sutra Rp 350.000-Rp 500.000, dan kain tenun tajung blongsong Rp 150.000. Terkait omzet, Udin bilang tidak menentu karena mengikuti musim.
Pemain lainnya Ahmad Habibi. Ia juga generasi kedua yang meneruskan usaha orangtuanya yagn merintis usaha sejak 1983. "Saya meneruskan tahun 2005," kata Habibi.
Lewat tokonya Kcharis Jaya, ia menjual aneka macam kain tajung, jumputan, dan blongket dengan harga bervariasi. Sarung tajung dihargai Rp 180.000-Rp 250.000, blongket dengan selendang sutra murni dihargai Rp 500.000, dan bahan dasar tajung per meter dibanderol Rp 140.000. Habibi mengaku, bisa mendapatkan omzet Rp 50 juta per bulan.        
kontan.co.id  
0001-6173730775_20210818_213258_0000
IMG_20211008_152953