Translate

Sabtu, 12 November 2016

Kain Tenun Dusun Sejatidesa Sleman Sangat Lembut

Kain Tenun Dusun Sejatidesa Sleman


Kain Tenun Dusun Sejatidesa Sleman


Di tengah suasana desa yang masih asri dan tenang, suara kayu yang saling beradu nyaring terdengar. Suara tersebut berasal dari kegiatan menenun yang dilakukan hampir setiap rumah di Dusun Sejatidesa, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Desa ini telah sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra tenun di Sleman. Dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang terbuat dari kayu, puluhan warga Sejatidesa yang sebagian besar adalah ibu-ibu setiap harinya menghasilkan stagen.

Sumirah (34) satu diantara warga Sejatidesa penenun kain yang biasa digunakan sebagai ikat pinggang oleh wanita Jawa tersebut mengatakan, pekerjaan menenun telah dilakukan warga desa tersebut sejak puluhan tahun lalu.


Sumirah menunjukan kerajinan tenun yang diproduksinya 


Saat ini setidaknya ada sekitar 70 pengrajin tenun di desa ini.
“Ibu saya yang saat ini berumur lebih dari 60 tahun telah menekuni pekerjaan membuat stagen sejak dia masih remaja,” ujar Sumirah saat ditemui di kediamannya.

Hingga saat ini anak dan ibu ini masih masih menenun memproduksi stagen. Dengan dua buah ATBM yang diletakan di belakang rumah mereka, dengan telaten Sumirah dan ibunya yang bernama Leginem merangkai ratusan helai benang menjadi stagen.
Sebagian besar stagen yang dihasilkan warga Sejatidesa adalah tenunan polos berwarna hitam.

Tetapi sejak tiga tahun yang lalu, berkat dorongan dan pemberdayaan oleh komunitas bernama Dreamdelion, Sumirah memproduksi stagen berwarna-warni dan motif yang unik.
Baik stagen polos maupun motif, proses pembuatanya sama saja.

Dijelaskan Sumirah, ratusan helai benang harus ditata dulu sebelum dimasukan ke alat tenun. Proses penataan benang ini disebut sekir.
“Jika akan menenun stagen bermotif, proses sekir ini lebih rumit. Sebanyak 350 helai benang dengan beberapa warna harus ditata menggunakan pola tertentu agar menghasilkan motif yang diinginkan. Jika stagen polosan, tidak perlu memikirkan polanya,” cerita ibu satu orang anak tersebut.

Setelah disekir, setiap helai benang yang ditata dimasukan ke mesin tenun satu persatu. Setelah itu, proses penenunan siap dilakukan.


Dalam sehari Sumirah, mampu menghasilkan kain tenun sepanjang 15 hingga 20 meter dengan lebar 14,5 sentimeter.
“Sebagian besar ibu-ibu di sini membuat tenun disambi pekerjaan rumah tangga lainnya. Jika fokus mengerjakannya dalam sehari kami bisa menghasilkan sekitar 30 meter kain tenun,” lanjutnya.

Jika stagen polos hanya digunakan sebagai ikat pinggang, maka untuk stagen bermotif untuk diproduksi menjadi tas, bros, dompet, bahkan sepatu.

Di sela-sela kegiatannya menenun Sumirah juga menerima pesanan membuat tas dan bros.

Sedang untuk stagen polos produk ini dibeli oleh pengepul dan dijual dibeberapa pasar tradisional yang ada di Yogyakarta.


Meskipun proses pembuatanya rumit, stagen produksi Sumirah dan Leginem cukup murah.
Untuk satu buah stagen polos dengan panjang sekitar 9,5 meter harganya hanya Rp. 17 ribu hingga Rp. 20 ribu. Sedang untuk stagen motif per meternya dihargai Rp. 15 ribu hingga Rp.20 ribu.

0001-6173730775_20210818_213258_0000
IMG_20211008_152953