Translate

Jumat, 19 Juni 2015

Batik Surabaya

(Foto: Zainal Effendi/detikcom)


Wali Kota Tri Rismaharini memang getol menyelamatkan lingkungan dari bahaya erosi dengan membuat hutan mangrove di Wonorejo, Rungkut atau Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). 


Selain sebagai bendungan, hutan mangrove juga dimanfaatkan sebagai wisata air dan ekowisata. Ide pengembangan hutan Mangrove Wonorejo ini sekaligus sebagai upaya untuk memanfaatkan waduk untuk mengendalikan banjir.



Hutan mangrove yang kini banyak dikunjungi warga ini memberi inspirasi bagi Ari Bintarti, pemilik Batik Alsier. 



Ibu rumah tangga asal Wonorejo, Rungkut, Surabaya, ini mampu memproduksi batik motif pesisir yang kini sudah menasional. 



Bahkan, ia punya pelanggan khusus yang tinggal di Singapura.  Ari memulai usaha di tahun 2009. Modal awalnya cuma Rp 1 juta. Saat itu, perempuan yang punya hobi menggambar dan melukis, mencari inspirasi hutan mangrove yang lokasinya tak jauh dari rumahnya. 



Dalam perenungan tercetus ide untuk membuat batik yang mewakili ikon Surabaya. Dan pilihannya pun jatuh pada mangrove.



"Saya berpikiran motifnya punya nafas pesisir yang menjadi ikon Surabaya," ujar Ari Bintarti saat ditemui di rumahnya.



Satu demi satu produk batik motif pesisir lahir dari sentuhan tangan dingin Ari. Setelah membuat, ia mencoba meminta pendapat dan masukan teman-temannya. Ari memang sangat terbuka untuk menerima kritik. 



Bergabung dengan program Pahlawan Ekonomi, ia kemudian memamerkan produknya. Hasilnya memang tidak sia-sia. Dia memenangi Penghargaan Pahlawan Ekonomi Surabaya 2014 untuk kategori Creative Industry. Pelan tapi pasti, batik pesisirnya mulai dikenal di Kota Pahlawan. 



"Saya bersyukur," ujar Ari.



Peluang mengembangkan usaha makin terbuka. Ari dengan batik pesisirnya beberapa kali diundang pameran di Jakarta. Awalnya, Ari merasa minder, ia pesimis produknya bisa mencuri perhatian warga di luar Surabaya. 



"Alhamdulillah, ada juga yang membeli produk saya dari luar pulau," jelasnya.
  
Yang membanggakan Ari, suatu ketika saat pameran di Jakarta, ada warga Singapura yang kepincut batik buatannya. Selain senang dengan motif Surabaya, ia juga menyukai corak warna merah putih yang juga menjadi salah satu motif batik pesisir. 



"Kebetulan pembeli batik saya itu dulu warga Indonesia yang bermukim di Singapura. Di sana dia mengaku memakai batik saya itu untuk upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia," ungkap Ari.



Pembeli asal Singapura itu pun hingga sekarang masih sering membeli batiknya. Kebetulan Ari juga memasang produk-produknya di situs jejaring sosial seperti facebook dan instagram. 



Perkembangan motif yang cepat membuat Ari terus meng-upgrade diri. Dia berusaha mencari motif-motif lain yang menjadi ciri khas Surabaya. 



Batik pesisir pun kini sudah berkembang dengan motif campuran. Selain mangrove juga ada Tugu Pahlawan, Bambu Runcing, Semanggi, Tari Remo, dan lain-lainya.



Sekarang,  Ari sudah memiliki 6 pegawai khusus untuk batik. Dalam 2 bulan bisa dapat omset Rp 57 juta. "Tapi itu tergantung pesanan, lho," ungkap dia. 



Dalam menjaga kualitas, Ari tidak sembarangan membuat batik. Makanya dalam sebulan dia hanya memproduksi 50 lembar batik. Untuk satu motif, paling banter dia membuat 3 lembar. 

(detik)
0001-6173730775_20210818_213258_0000
IMG_20211008_152953