Translate

Kamis, 25 Agustus 2016

Pengrajin Batik Banyuwangi Gencar Pakai Pewarna Alam

Foto: Putri Akmal/detikcom


Para pelaku industri batik di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mulai intensif menggunakan bahan pewarna alam. Bahan-bahan yang digunakan adalah beragam tanaman yang ada di sekitar rumah pengrajin sendiri, seperti daun krangkong (sejenis kangkung), daun lamtoro, daun mangga, jati, jengkol, kulit kopi, daun ketepeng, putri malu dan kumis kucing.

Untuk memperkaya penggunaan pewarna alam dan memperbanyak kreasi motif, Desainer nasional Merdi Sihombing dilibatkan untuk melatih para perajin batik di Banyuwangi yang mayoritas adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pelatihan yang memadukan antara desainer nasional dan para perajin lokal dilakukan secara berkala dalam rangkaian menuju Banyuwangi Batik Festival (BBF) dan Swarna Fest yang digelar pada 9 Oktober 2016 mendatang. BBF adalah agenda tahunan Kabupaten Banyuwangi untuk mendorong geliat industri batik, sementara Swarna Fest adalah ajang unjuk kreasi industri tekstil berpewarna alam yang digagas oleh Kementerian Perindustrian.

"Kami terus mendorong kinerja para perajin batik. Dampak ekonominya langsung ke UMKM dan perajin, misalnya makin banyak wisatawan yang bawa pulang oleh-oleh batik," ujar Anas saat mengunjungi pelatihan batik berpewarna alam di Sanggar Batik Sekar Bakung, Rabu (24/8/2016).

Dengan batik pewarna alam, sambung Anas, para pengrajin bisa lebih untung karena harganya relatif bisa lebih tinggi lantaran cukup diminati oleh segmen konsumen tertentu.

"Ada pasar khusus yang berminat dengan produk seperti ini, sekaligus ini juga memotong mata rantai distribusi kain, pewarna kimia dan pewarna alam yang sebelumnya mereka beli dari daerah lain," ujar Anas.

Perajin batik Banyuwangi dari Sanggar Sekar Bakung, Sri Sukartini Gatot, mengatakan, pihaknya sangat antusias memakai pewarna alam. Setelah dilatih intensif, dia dan rekan-rekan sesama perajin mengetahui lebih banyak tentang pewarna alam, memilah jenis kain dan memperkaya motif batik. Setelah mengikuti pelatihan Pemkab Banyuwangi, kini dalam sebulan dia bisa menjual hingga 5 batik tulis dengan harga berkisar Rp1-2 juta.

"Saya sebelumnya sudah biasa memproduksi batik dengan pewarna alam. Hanya saja selama ini yang saya pakai bahannya masih terbatas, sehingga warna yang dihasilkan kurang beragam. Dari pelatihan ini pengetahuan saya tentang tanaman untuk pewarna lebih kaya. Bahkan bisa didapatkan dari daun-daun yang jatuh di sekitar kita," ujar Sri Sukartini.

Perajin lainnya, Erni Priyatin dari Batik Trisno, Kecamatan Cluring, mengatakan, setelah mengikuti pelatihan, dirinya bersemangat mengembangkan batik berpewarna alam.

"Apalagi rumput liar ternyata bisa dipakai, juga daun-daun bergetah. Saya berniat untuk mengembangkan pewarna alam saja, karena ramah lingkungan," kata dia.

Sementara itu, desainer Merdi Sihombing mengapresiasi geliat UMKM batik di Banyuwangi. Dia menilai, batik Banyuwangi punya potensi besar untuk dikembangkan. Apalagi, secara bertahap pasar mulai terbentuk dengan kehadiran para wisatawan.

"Asal telaten, lalu ada sentuhan marketing, ini akan sangat bagus. Sistem kerjanya perlu dibangun. Dengan pewarna alam juga pasarnya sangat tinggi. Di sini saya mendorong kreativitas, bagaimana membentuk komposisi dan pewarnaan. Potensinya luar biasa," ujarnya.

sumber : detik
0001-6173730775_20210818_213258_0000
IMG_20211008_152953