Translate

Tampilkan postingan dengan label Berita tentang Tenun. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Berita tentang Tenun. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 September 2016

Tenun Garut Unjuk Gigi di Los Angeles Fashion Week

Salah satu karya perancang Rinda Salmun yang akan dipamerkan di ajang Los Angeles Fashion Week 2017, pekan depan. (ANTARA News/Lia Wanadriani Santosa)


Perancang busana Rinda Salmun siap berlaga di ajang Los Angeles Fashion Week (LAFW) 2017 yang akan berlangsung pekan depan hingga Oktober mendatang. Pada peragaan kali pertamanya di LA itu, Rinda akan memamerkan keindahan tenun dari Garut, Jawa Barat. 

"Koleksi spring summer 2017 kami, di mana menampilkan kain tenun Garut," ujar Rinda di Jakarta, Selasa. 

Tenun ini hadir dalam beragam jenis pakaian yang mudah dipadupadankan, mulai dari atasan seperti blazer, cut out (pakaian tanpa lengan) dan bawahan seperti rok. Total koleksi yang nanti akan ditampilkan ada sekitar 50 koleksi. 

"Ada juga tenun Jepara yang di-mix and match dengan tenun Garut. Ada juga sulaman tangan. Karyaku kali ini lebih muda, lebih Los Angeles (banget)," kata Rinda. 

Variasi warna yang dihadirkan pun sesuai dengan konsep spring summer yaitu light pink salmon, dark red, hijau limau, putih dan hitam. Melalui karyanya itu, Rinda ingin mengapresiasi karya penenun Garut dan mendukung karya-karya mereka. Di samping itu, LAFW pun diharapkan bisa menjadi ajang untuk memperkenalkan karyanya pada masyarakat LA sekaligus patinya juga untuk jualan. 

"Targetku bisa jualan, menembus pasar di sana, memperkenalkan desain-desain karya desainer Indonesia, bahan-bahas khas Indonesia. Aku senang bisa bekerjasama dengan pengrajin Garut. Aku juga mau support karya-karya mereka," tutur dia seraya tersenyum. 

"Untuk menembus pasar memang butuh usaha. PR dan Marketing di sini berkerja. Sejauh ini aku sudah buzzing, membuat page di laman medsos, marketing bergerak," pungkas Rinda. 

Selain Rinda, masih ada 4 desainer lainnya yang akan unjuk karya di LAFW 2017, yakni Ivan Gunawan dengan koleksi "Suqqu"-nya, lalu Oscar Lawalata dengan "SPOT"-nya. Kemudian, Nonita Respati melalui "Purana" dan Aurelia Santoso lewat koleksi "Laison".

sumber : antara

Minggu, 18 September 2016

Wanita Berhijab Bisa Tampil Trendi dengan Tenun





Banyaknya pencinta tenun di kalangan pemakai hijab, membuat Ikat Indonesia yang digawangi Didiet Maulana akan menambah beberapa koleksi busananya yang lebih tertutup. 

Didiet pun mengakui, belakangan klien Ikat Indonesia meningkat 20 persen. Rata-rata dari mereka adalah wanita berhijab. Oleh karena hal ini, membuat Didiet semakin bergairah mendesain busana tertutup ready to wear. Hal tersebut akan dia buat sesuai permintaan. 



Tenun NTT - by Aman Lase Collection
kode: BTS2191 , ada 9 motif



"Saya hanya lebih mendesain baju yang tertutup tidak khusus untuk mendesain baju muslimah seperti kaftan. Bagi saya yang penting bajunya bisa dipakai untuk mereka yang memakai hijab," ujar Didiet Maulana saat ditemui VIVA.co.id di kawasan Jakarta Pusat, Jumat, 7 Agustus 2015.


Didiet menambahkan ada beberapa busana tenun  koleksinya yang dapat dipakai untuk wanita berhijab, seperti blazer, scarf,  turban, dan jilbab dari tenun ikat.



Tenun Biboki by Aman Lase Collection
BTS2186 , ada 4 motif



Para wanita berhijab juga bisa tampil modis namun tetap terlihat nasionalis seperti memakai kebaya kurung khas Padang. Didiet juga akan menyelipkan beberapa busana yang bisa dipakai wanita berhijab jika dia mengeluarkan koleksi terbarunya.


"Nanti dari beberapa koleksi yang dikeluarkan akan ada salah satu busana untuk wanita yang bisa dipakai wanita berhijab. Modelnya akan tertutup dengan lengan yang panjang, " ujar Didiet.



Meski begitu, Ikat Indonesia tidak mengkhususkan koleksinya untuk wanita berhijab. Hanya saja beberapa koleksinya bisa dikenakan oleh wanita berhijab yang ingin tampil trendi dengan tenun.




vivanews

link by Aman Lase Collection

Minggu, 11 September 2016

Tenun NTT Gebrak New York Fashion Week 2016



Kain tenun NTT Indonesia dalam sentuhan modern tampil dalam ajang mode Dunia, New York Fashion Week 2016, Kamis, 8 September lalu. Koleksi busana siap pakai ini dirancang oleh desainer muda, Yurita Puji yang mampu menggebrak panggung fesyen dengan kain tenun dan aksesori khas Nusa Tenggara Timur .

Siapa sangka kain tradisional dan aksesori yang tidak biasa dari NTT bisa tampil begitu unik dan kekinian melalui sulapan tangan Yurita Puji. Di bawah naungan label LeVico yang menjadi penyokong kain tenun tersebut, Yurita menampilkan koleksi Spring/Summer 2017.


Foto : Aman Lase Collection
Kemeja lengan panjang dan pendek TENUN ASLI NTT, ada 10 motif (ALCHT 2132)


Salah satu model mengenakan rancangan Yurita dalam balutan maxi dress dari kain tenun NTT. Tidak hanya itu, keunikan terlihat pada aksesori yang tidak biasa, mulai dari kalung, gelang, hingga aksesori khasnya yang dikenakan di bagian belakang sisi kanan dan kiri. Selain itu, tambahan riasan yang khas untuk memperkental kebudayaan NTT di panggung tersebut.


Foto : Aman Lase Collection
Kemeja lengan panjang dan pendek TENUN ASLI NTT, ada 10 motif (ALCHT 2132)


Rancangan kedua yang dikenakan oleh model lain terasa lebih sederhana, terdiri dari kemeja tanpa lengan warna merah dan rok A-line dasar cokelat dengan panjang selutut. Menambah keunikannya, disematkan aksesori khas NTT di bagian kepala yang senada dengan kostum yang dikenakan, serta riasan berwarna metalik. 


Foto : Aman lase Collection
Kemeja lengan panjang dan pendek TENUN ASLI NTT, ada 10 motif (ALCHT 2132)

“Saya berharap banyak dari para pecinta fashion mulai beralih mengenakan kain tenun NTT demi melestarikan kebudayaan,” kata dia.
Terlebih, kata dia, nilai kebudayaan Indonesia sudah sepatutnya diperkenalkan ke publik melalui cara yang mudah, salah satunya fesyen. Dan dia mengaku bangga bisa mengenalkan kebudayaan Indonesia dalam koleksinya ke hadapan masyarakat Dunia.

“Saya belajar banyak dari pengalaman mengikuti fashion show di New York untuk kali pertama ini. Saya bangga bisa hadir di sini membawa kain otentik dari Indonesia,” ujar Yurita.


sumber : anekanewsdotcom

Senin, 05 September 2016

Tenun Baduy Beda dengan Tenun dari Daerah Lain



Seorang perancang busana Indonesia, Riri Rengganis, menghadirkan koleksi yang berbeda, yaitu menggunakan material dasar dari kain tenun Baduy bermotif kontemporer.

 “Saya baru garap ini 2 bulan. Tekstil Baduy ini limited edition banget, dan juga handmade,” ujarnya Riri kepada Kompas.com saat ditemui usai acara Baduy, Brands & Trends di Institut Teknologi Bandung, Sabtu lalu (3/9/2016).

Pemilik busana label Indische ini mengakui bahwa tenun Baduy memiliki motif yang simple. Kemudian, dasar dari tenun Baduy, diakui memang benar-benar 100 persen katun, sehingga sangat nyaman untuk dikenakan.

“Jatuh bahannya lebih enak, kalau dipegang juga empuk, beda dengan tenunan dari daerah lain,” imbuhnya.

Riri menjelaskan bahwa tenun Baduy ini lebih longgar pada seratnya, sehingga lebih lentur. Selain itu, tenun Baduy pun bisa jadi pengganti bahan linen yang biasanya harus import.




Riri Rengganis mengimplementasikan tenun Baduy menjadi ragam outer atau jaket.

Dia pun menjelaskan bahwa tenun Baduy sangat cocok digunakan sebagai outer. Sebab terasa lebih hangat, namun tidak menimbulkan panas.

Namun, diakui oleh Riri bahwa membuat busana dari tenun Baduy, lebih susah ketimbang wastra lainnya

“Kain baduy tuh kecil-kecil jadi susah. Kita ga bisa bikin celana yang panjang banget, atau jaket yang panjang banget,” ujarnya.

Oleh karena itu, Riri pun membuat rancangan yang berbeda pada outer yang menjadi koleksi unggulannya.



Desain dari koleksi Baduy Transposed ini juga diungkapkan Riri bahwa ingin mengikuti trend dunia yang banyak mengekspos kain tradisional.

“Memang selalu tujuan saya adalah untuk lebih banyak memanfaatkan kain-kain lokal dari pada harus import,” jelasnya.

sumber : kompascom

RESMI !, Tenun Gringsing Bali Didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual

foto : balitoursclub

Setelah Batik, kali ini Indonesia resmi mendaftarkan kekayaan produk budaya berupa tenun Gringsing Bali. Hal ini dilakukan agar tak terjadinya klaim dari negara lain. Indikasi Geografis (IG) terus dikembangkan di Indonesia. Hari ini, Tenun Gringsing asal Bali didaftarkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham. 

Dalam seminar “Masa Depan Indikasi Geografis di Indonesia” yang diselenggarakan di kawasan Rasuna Said, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly memberikan sertifikat resmi untuk pendaftaran sebagai Indikasi Geografis di Indonesia.

Bersama dengan Tequila dari Meksiko dan Grana Padano dari Italia, Tenun Gringsing resmi didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Pendaftaran ini dilakukan agar Tenun Grinsing mendapatkan perlindungan dari negara. 

“Hal ini memperkaya kita dalam mempersiapkan untuk mendorong Indikasi Geografis Indonesia,” ucap Yasonna di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (29/8/2016). 

Saat ini telah ada 46 Indikasi Geografis yang terdaftar di Indonesia, di mana 40 di antaranya merupakan produk dalam negeri dan 6 lainnya dari luar negeri. Menurut Yasonna, jika pendaftaran ketiga produk Indikasi Geografis dapat diselesaikan dalam masa sidang, maka proses pengakuan Dunia pun akan menjadi lebih cepat. 

“Kalau Undang-Undang merek dan kondisi geografis kita dapat diselesaikan masa sidang, akan mempercepat proses pengakuan baik dari dalam dan luar negeri,” tutur Yasonna. Indikasi Geografis sendiri merupakan nama-nama tempat atau kata-kata yang digunakan untuk mengidentifikasi produk yang berasal dari daerah geografis tertentu, yang memiliki kualitas khusus, karakteristik dan reputasi yang berasal secara langsung terkait dengan asal mereka, karena faktor alam serta praktek-praktek produksi tradisional.

sumber : okezone

Jumat, 02 September 2016

Tenun NTT Ikut Berkiprah di New York Fashion Week


foto : Aman Lase Collection
Koleksi lain silahkan klik di Foto


Indonesia turut serta dalam ajang bergengsi FTL Moda New York Fashion 8 September hingga 10 September 2016 mendatang. Kali ini Indonesia mengirimkan desain busana dengan bahan asli tenun NTT.

Pemilik Butik Levico yang juga pecinta kain tenun NTT, Julie Laiskodat, menjelaskan selama ini tenun NTT terkenal sebagai pajangan, atau taplak meja. Tenun ikat hanya dikenal oleh orang tertentu dan keluarga tertentu saja. "Karena itu kami mengajak bergabung desainer Yurita untuk membuat tenun NTT jadi fashion," ujarnya dalam konfernsi pers di Jakarta, Kamis (9/1).

Untuk event kali ini, mereka menghadirkan 12 koleksi busana ready to wear untuk musim panas. Bahan yang digunakan adalah full tenun. Selain itu juga mengombinasikan dua motif tenun dalam satu stel busana. 

"12 koleksi kami menggunakan tenun NTT dari 22 kabupatan kota tepatnya dari 21 kabupaten dan satu kota. Mereka punya ciri khas sendiri. Satu baju ditabrak antara kabupaten A dan kabupaten B. Orang pasti merasa aneh kok bisa dikombinasi. Atas kabupaten lain bawah kabupaten lain. Tenun NTT tidak umum. Sangat bagus 12 koleksi kami," jelasnya.

Desainer Yurita Puji A menjelaskan untuk koleksi kali ini ia akan menghadirkan busana yang simpel dengan sedikit saja pernak pernik. Tidak banyak detail dan sangat mudah dipakai. Koleksi ready to wear ini hadir lengkap mulai dari atasan, bawahan celana pendek, jumpsuit sampai maxidress.

"Kami menyesuaikan selera di sana. Saya mendesain selalu pilih yang ada daya jualnya. Tidak suka buat baju berangan-angan. Desainer ada yang idealis, ada yang mikirnya bisa jadi duit. Saya sesekali idealis tapi dikemas agar bisa memutar uangnya. Desainer termasuk pengusaha, ada karyawan yang tentunya harus digaji," jelasnya. 

Menurutnya, di New York, perempuan independen dan mandiri. Jadi ia menawarkan koleksi yang bisa dipakai kerja dan tidak rumit. "Celana jumpsuit, dress, enggak perlu pakai kancing, hanya ritsleting, kalau pun perlu tanpa ritsleting," ujarnya. 

Dalam event nanti, ia akan menambahkan aksesoris daerah NTT diantaranya ikat kepala, gelang dan anting. "Baju ready to wear modern tapi aksesoris etnik," ujarnya.

sumber : republika

Selasa, 30 Agustus 2016

Omset Bisnis Batik Baduy Meroket

Dokumentasi Ketua Dewan Kerajinan Nasional, Herawati Boediono, saat menyerahkan bantuan bahan tenun kepada para perajin batik dari Baduy, di Jakarta, Rabu (15/10). Dewan Kerajinan Nasional memberi perhatian untuk mengembangkan batik Baduy dengan menyerahkan bantuan berupa bahan benang, kain mori, canting dan bahan pewarna alam serta sejumlah bahan kebutuhan pokok sehari-hari. (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)


Omset bisnis batik Baduy di Kabupaten Lebak, Banten, diantaranya di kawasan Ciboleger Kecamatan Leuwidamar, meroket. 
"Kami memperkirakan selama 2 pekan terakhir omset penjualan mencapai 2 kali lipat persen," kata Amir (45), seorang pedagang yang juga warga Baduy, di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Sabtu.

Meningkatnya omset dirasakan sejak memperingati HUT Kemerdekaan RI hingga mencapai Rp15 juta, padahal normalnya Rp5 juta per hari.


Mereka para pembeli batik Baduy itu digunakan untuk pakaian kerja atau sehari-hari maupun kondangan. Bahkan, pakaian batik Baduy juga diwajibkan untuk pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Lebak juga Pemprov Banten. Selain itu juga banyak masyarakat memakai batik Baduy dengan alasan kecintaan terhadap budaya Baduy sendiri, sebab budaya Baduy merupakan warisan dunia sehingga mereka bangga jika memakai batik khas Baduy tersebut.

Kelebihan batik Baduy itu, selain warnanya mengandung filosofi terhadap kecintaan alam juga berbeda dengan batik lainnya di Tanah Air. Harga batik Baduy relatif terjangkau masyarakat mulai Rp75.000 hingga Rp250.000 selembar.
"Kami cukup terbantu dengan meningkatnya omset penjualan," kata Amir, yang kerapkali mengikuti pameran di berbagai daerah.

Jali (55), pedagang lain batik Baduy menyatakan, saat ini banyak pembeli batik Baduy yang datang ke perkampungan Baduy di Kabupaten Lebak.

Mereka membeli batik Baduy untuk keperluan sehari-hari, bekerja atau dijadikan kenang-kenangan. "Saya kira banyak juga warga luar daerah mencintai produk batik Baduy," katanya menjelaskan.

Ia menjelaskan, sebetulnya motif warna batik Baduy tidak kalah dengan batik-batik dari Jawa Tengah, seperti Pekalangon, Solo, maupun Yogyakarta.

Batik Baduy memiliki kekhasan tersendiri melalui warna yang didominasi hitam dan biru itu. Warna itu tentu memiliki makna dan arti tersendiri bagi warga Baduy untuk mencintai alam karena kehidupan mereka dari bercocok tanam.

Selain itu, wanita yang berkulit putih sangat cocok menggunakan batik Baduy. "Saya kira batik Baduy tidak ketinggalan zaman dan bisa bersaing dengan produk batik lain di Indonesia," katanya.

Sementara itu, Yayah (50) seorang PNS di Pemkab Lebak mengaku dirinya sangat tertarik memakai batik Baduy pada Kamis dan Jumat karena diwajibkan menggunakan batik. Sebab memakai batik Baduy sama dengan mencintai produk-produk dalam negeri.

Bahkan, dia juga mengoleksi pakaian batik Baduy untuk keperluan undangan atau pertemuan keluarga.
"Kami sangat mencintai batik Baduy karena corak warna biru dan hitam sehingga terlihat lebih percaya ciri," katanya.


foto : Aman Lase Collection
klik LINK untuk info lengkap produk di Foto

Tidak perlu jauh-jauh ke Banten, Aman Lase Collection juga menjual secara online Tenun asli Baduy, untuk info lengkap silahkan buka web blog ini melalui Laptop atau kalau dari HP pilih versi, kemudian di halaman utama cari 'Kategori Asal Daerah' kemudian klik 'Baduy' 

sumber : antara, ALC

Minggu, 28 Agustus 2016

Tenun Pa'ruki, Karya Khas Ibu-ibu Kampung Tenun Lembang Tolo Toraja Utara

foto : Tribun

Kampung tenun Tana Toraja terletak di Lembang Tonglo, Kecamatan Rantetayo, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Ibu-ibu di kampung ini sebagian besar berprofesi sebagai penenun kain yang dibina langsung oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Tana Toraja. Kain tenun khas yang dihasilkan di kampung tenun ini yakni Tenun Pa'ruki.

Dibuat dengan berbagia teknik tenun, seperti  perapian benang (Pa'renden) hingga tingkat paling sulit tenun (Pa'tandun).

Lama pengerjaan kain tenun ini 4 hari. Harga kain tenun Pa'ruki dari Rp 1 Juta hingga Rp 2 Juta per lembar. Kain ini paling banyak diburu oleh Wisatawan jika berkunjung di Tana Toraja

"Di Desa ini ada 2 kelompok penenun binaan Dekranasda Tana Toraja, Kain tenun Pa'ruki menjadi salah satu andalan disini," ujar Kepala Lembang Tonglo, Daniel Tulak, kepada TribunToraja.com, Sabtu (28/5/2016).

Kampung tenun ini terletak di sebelah utara Kota Makale Tana Toraja. Salah satu destinasi yang dikunjungi tim Celebes Explore Tribun Timur bersama Honda.


sumber : tribun

Rabu, 17 Agustus 2016

Mengenal Lebih Dalam Tenun Endek dari Bali

I Nyoman Sudira menunjukkan benang yang telah diberi warna dalam pembuatan kain Tenun Endek di tempat Pertenunan Astiti, Banjar Jero Kapal, Desa Gelgel, Klungkung, Bali. (TEMPO | Bintari Rahmanita)


Jemari Ketut Suryani lincah memintal benang pada alat tenun nya. Bersama beberapa perempuan di Balai Pertenunan Astiti di Banjar Jero Kapal, Desa Gelgel, Klungkung, Bali, Suryani mengusir sepi dengan bersenda-gurau berpadu suara alat tenun. Mereka meneruskan warisan leluhur mereka dengan membuat tenun endek dan songket.

Suryani berkenalan dengan alat tenun sejak ia remaja. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, mulai pukul 09.00, dia pun menggeluti alat tenun. Dia baru beranjak dari tempat menenun pukul  17.00. Dalam satu hari, bisa dihasilkan selembar kain katun endek berukuran 2,25 meter, jenis kain yang menjadi ciri khas kabupaten tempat kerajaan-kerajaan Bali di masa lalu itu.

Terkenal dengan Kerajaan Gelgel, Klungkung tak hanya menyisakan bangunan Istana  bersejarah, tapi juga kerajinan tenun. Tenun mulai dikenal pada abad ke-18. Semula kain tenun ini hanya dikenakan kaum bangsawan atau untuk upacara di Pura, namun kini, kain tenun ini dikenakan sehari-hari bahkan seragam berbagai Instansi.

Sejumlah desa di Klungkung dikenal menjadi pusat tenun. Desa Sulang sama dengan Gelgel. Di Gelgel, tempat tenun endek dan songket mudah ditemui. Di Jalan Raya Gelgel saja, ada Dian’s Rumah Songket dan Endek, selain Pertenunan Astiti. Memang tidak di jalan utama, tapi keduanya memasang papan nama cukup besar sehingga mudah dibaca turis atau konsumen.

Para penenun umumnya berusia 30-40 tahun. Namun ada pula ibu berusia 75 tahun yang masih rutin menenun. Wayan Rasaini, namanya. Berkutat dengan alat tenun tradisional, cagcag. Alat ini membuatnya harus duduk di lantai seperti terkungkung. Ibu-ibu lain menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Mereka membikin endek.

Kain songket, seperti pada umumnya, diselipi benang-benang emas sehingga terkesan mewah saat digunakan untuk acara atau upacara khusus. Kain endek ini juga digunakan untuk upacara di Pura, selain dikanakan untuk busana sehari-hari. Para penenun mulai bekerja memintal benang atau ngulak sesuai dengan corak yang telah disiapkan.

“Yang membuat pola adalah anak-anak sekolah,” ujar Ketut Suryani. “Mereka biasanya ke sini setelah pulang sekolah,” ujarnya. Walhasil, para penenun pun tinggal berkarya mengikuti pola ikatan benang. Anak-anak sekolah yang dimaksud ialah Pelajar Sekolah Menengah Jurusan Desain yang rutin datang mengikat benang mengikuti pola motif yang dibuat pemilik pertenunan, Drs I Nyoman Sudira, MM.

Pensiunan pegawai sekretariat DPRD Klungkung ini sebenarnya baru terjun membantu istrinya setelah memasuki masa pensiun. Dia mulai mewarnai sendiri, baik dengan pewarna alam maupun sintetis. Sebelumnya, urusan tersebut diserahkan kepada orang lain. Tak hanya itu, pria sepuh ini juga memanfaatkan teknologi untuk membuat pola dan memindahkan ke gulungan benang lebih mudah dan singkat. Hasilnya tak hanya dijual di balai kerja, tapi juga di 2 gerai di Pasar Seni Semarapura, Klungkung, dan di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Harga kain endek berukuran 2,25 meter dijual dengan harga mulai dari Rp 200 ribu.

Penasaran dengan Desa Sulang, yang juga dikenal dengan kampong penenun. Di Banjar Kawan, Kecamatan Klungkung, ada gerai Endek Gurita milik Kadek Antari, MPd, yang dibuka 4 tahun lalu. Seorang penenun di sana, I Dewa Ayu Nyoman Arti, 50 tahun, mengatakan sudah 34 tahun menggeluti bidang ini. Di gerai itu, dia menenun berdua dengan temannya. “Tapi di sekitar sini, ada 50 orang yang nenun di rumah sendiri-sendiri,” ujarnya.

Nyoman Arti mengatakan membuat kreasi sendiri, kecuali ada pesanan. Ia lebih banyak membuat motif polos, kadang corak kotak-kotak yang sekarang banyak permintaan. Harga dipatok tergantung jenis benang. Katun endek berbahan benang katun dengan pewarna alam dijual mulai Rp 600 ribu. Namun kain dengan pewarna sintetis mulai Rp 250 ribu. Kalau bahannya benang sutera, harganya bisa dua kali lipat.

sumber : Tempo

Kamis, 11 Agustus 2016

Tenun Ikat Flores Mahal ?, Lihat Dulu Cara Bikinnya.

foto : Aman Lase Collection


Tak sedikit yang mengeluhkan mahalnya harga tenun ikat khas Flores. Tapi tunggu dulu, karena selain butuh waktu cukup lama dalam pembuatan nya, bahannya juga langka. Pantas harganya mahal.

Tenun ikat khas Flores kebanyakan dijual mulai Rp 400.000 sampai jutaan rupiah. Proses pembuatannya memang tak main-main, butuh waktu yang cukup lama agar kain yang dihasilkan tahan lama.

Tenun ikat tak hanya menjadi suvenir, atau rutinitas sehari-hari para wanita Flores. Bagi mereka, tenun ikat merupakan identitas karena digunakan oleh semua orang.

"Tenun ikat sudah identik dengan warga Flores, siapa pun mengenakannya. Maka tak tanggung-tanggung, bahannya pun dipilih dan dibuat dengan seksama," tutur Herimanto, Staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ende.


Minimal 2 bulan

Untuk membuat syal tenun ikat, butuh waktu minimal 2 bulan. Sementara untuk sarung, butuh waktu sampai 6 bulan.

"Motifnya beda-beda tergantung siapa yang memakai (perempuan atau laki-laki), juga daerah tempat tinggal," tambah Herimanto.

Dari mengurai benang sampai pewarnaan

Proses pembuatan tenun ikat dimulai dari mengurai benang. Kemudian, benang-benang tersebut diikat sesuai motif yang diinginkan. Itulah mengapa tenun khas Flores disebut tenun ikat.

"Setelah diikat, diberi tinta. Warnanya alami, dari buah mengkudu dan tarum," tutur Aurelia, salah satu mama yang sedang menenun.



Ditenun, lalu dijemur

Usai proses pewarnaan, benang tersebut kembali diurai kemudian ditenun. Masing-masing proses tersebut minimal menghabiskan waktu 1 minggu, bahkan ada yang sampai 3 bulan lamanya.

"Kami menenun tiap hari dari jam 8 pagi sampai 4 sore," tambah Aurelia.



Desa tenun ikat



Salah satu desa penghasil tenun ikat yang terkenal di Kabupaten Ende adalah Desa Wolotopo Timur. Desa ini berlokasi sekitar 1 jam perjalanan dari pusat Kabupaten Ende.

Selain melihat langsung aktivitas menenun, Desa Wolotopo Timur juga punya beberapa rumah adat yang masih ditinggali. Ada pula kuburan batu dan tempat melaksanakan upacara adat yang masih digunakan sampai sekarang.

sumber : detiktravel

Tenun Flores Butuh Modal

foto . traveldetik


Usaha tenun ikat di Flores, Nusa Tenggara Timur, masih terkendala minimnya dukungan permodalan. Hasil penjualan kain tenun yang tidak sebanding dengan tingginya kebutuhan hidup sehari-hari menyebabkan banyak perajin kerap kehabisan modal.

Di sentra tenun Desa Nggorea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, para perajin kerap sulit berproduksi karena modalnya habis. Tenun ikat yang membutuhkan proses produksi selama tiga hingga empat pekan dijual dengan harga Rp 500.000 per lembar. Setelah dikurangi dengan biaya produksi sekitar Rp 200.000 untuk bahan baku benang dan bahan pewarna, perajin hanya memperoleh hasil bersih Rp 300.000 per bulan.

Hasil yang minim tersebut sering kali langsung digunakan untuk membiayai pendidikan anak. Perajin setempat, Daima, mengatakan, seluruh hasil penjualan kain langsung dipakai untuk membeli kebutuhan keluarga, termasuk untuk membiayai pendidikan 2 anaknya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. "Akibatnya, untuk beli benang, uangnya telanjur habis," kata Daima, Minggu (7/8/2016).

Koperasi di Desa, lanjutnya, tidak berperan optimal dalam memperkuat permodalan bagi para penenun. Maka, untuk tetap bertahan, mereka kerap mendatangi Pegadaian. "Perhiasan terpaksa digadaikan agar bisa terus menenun," ungkapnya.

Pemilik sanggar usaha tenun ikat Lepo Lorun di Kabupaten Sikka, Alfonsa Horeng, menambahkan, masalah minimnya permodalan menjadi penghambat usaha produksi tenun ikat Flores. Banyak perajin di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menghubunginya untuk minta dikirimi benang. "Kalau tidak kami kirim, praktis mereka tak bisa menenun," ujarnya.


Generasi muda

Agnes Paulina (37), penenun yang bergabung di Sanggar Lopu Laran, menuturkan, anak-anak dari keluarga penenun sejak kecil mulai dilibatkan dalam proses produksi. Ia sendiri mulai membantu ibunya menenun sejak masih di Sekolah Dasar.

Tahap awal latihan adalah memintal benang dan mengikat motif. Setelah usia di atas 15 tahun, barulah mereka menggunakan alat tenun. Pada tahap ini, perajin muda akan menghadapi proses panjang menenun, duduk berjam-jam di lantai dengan kaki lurus ke depan sambil memangku alat tenun yang beratnya sekitar 2 kilogram.

"Untuk membuat tenun ikat diperlukan kesabaran, fokus, dan ketenangan batin sehingga hasilnya memuaskan. Ini bukan soal bisnis semata, melainkan nilai diri dari penenun itu sendiri. Menenun harus dilakukan dengan hati karena hasilnya dipakai manusia," papar Agnes.

Kemampuan membuat tenun ikat kini ia tularkan kepada putrinya, Maria Alfiani (8). Setelah pulang sekolah, Maria biasa diajak ke sanggar. Maria sudah bisa memintal benang dan kini belajar mengikat motif. Banyak Anak Sekolah dan Mahasiswa dari keluarga penenun bisa membayar sendiri biaya pendidikan dari uang hasil menenun. Mereka menenun saat libur. 

sumber : kompascom

Selasa, 09 Agustus 2016

Menperin: Sesudah Batik, Tenun Harus Jadi Andalan

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Mufidah Jusuf Kalla memperhatikan proses produksi tenun gedog dari seorang perajin asal Baduy sebagai simbolis peresmian pembukaan “Pameran Wastra Tenun Nusantara” di Kementerian Perindustrian, Jakarta. (ANTARA News/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)

Produk tenun khas Indonesia harus menjadi andalan, mengikuti jejak batik yang telah lebih dahulu dikenal Dunia, demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada "Pameran Wastra Tenun Nusantara” di Plasa Pameran Industri.

"Ini salah satu industri kreatif yang harus didorong. Sesudah batik, tenun harus menjadi andalan Indonesia. Apalagi tenun ini hampir di seluruh provinsi Indonesia ada dan memiliki ciri masing-masing," kata Airlangga di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa.

Airlangga menghimbau para perajin industri kecil dan menengah (IKM) tenun untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya alam sekitar baik yang di dapat dari kebun maupun pekarangan rumah. 

Bahan di sekitar perajin tersebut dapat juga dikembangkan menjadi bahan baku utama, mulai dari kapas hingga bahan pewarna alami.

"Upaya tersebut yang akan kami arahkan, penggunaan bahan baku produksi tenun secara swadaya," kata Airlangga.

Pameran yang diselenggarakan oleh Kemenperin bekerjasama dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) ini dibuka secara resmi oleh Ketua Umum Dekranas Mufidah Jusuf Kalla dan dihadiri Pengurus Dekranas dan Ibu-ibu OASE Kabinet Kerja.

Di samping itu, Kemenperin fokus mendorong pertumbuhan dan pengembangan IKM tenun di dalam negeri melalui berbagai pembinaan mulai dari bimbingan teknis, bantuan start-up mesin peralatan, pemberian dampingan tenaga ahli hingga pemasaran.

"Kami juga menyarankan kepada perajin IKM tenun agar memanfaatkan peran Balai Besar Kemenperin untuk mencari solusi permasalahan pada produksi maupun dalam meningkatkan produktivitas melalui kegiatan penelitian dan pengembangan," ujarnya.

Batik dan tenun adalah produk kerajinan wastra unggulan Indonesia yang dikenal hingga ke mancanegara.

Selain batik, produk tenun juga memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap kinerja industri mode nasional.

Pada 2015, produk mode Indonesia telah berhasil memperoleh pangsa pasar yang besar di skala global dengan nilai ekspor mencapai 7,28 miliar dolar AS.

"Seiring teknologi pembuatan tenun yang sudah semakin baik, peluang pasar produknya akan kita dorong untuk bisa masuk ke pasar internasional," lanjutnya.

Airlangga menjelaskan, tenun dibuat dalam berbagai warna, corak dan ragam hias yang memiliki keterkaitan erat dengan kepercayaan, lingkungan alam serta menjadi bagian penting yang merepresentasikan budaya dan nilai sosial yang berkembang saat ini.

Dalam segi fungsi, tenun memiliki beragam kegunaan antara lain, sebagai busana upacara adat, sebagai mahar dalam perkawinan maupun sebagai penunjuk status sosial.

Potensi tenun hingga kini telah tersebar hampir merata di seluruh wilayah di Indonesia, mulai dari kain tenun ulos di Sumatera Utara, tenun troso di Jepara, tenun endek di Bali, hingga tenun rote di Nusa Tenggara Timur. 

"Kreativitas para perajin tenun yang tersebar di seluruh nusantara dalam menghasilkan desain berciri khas menjadi suatu corak budaya," kata Airlangga.

sumber : antara

Minggu, 07 Agustus 2016

Tenun Baduy Makin Diminati Wisatawan Lokal



Permintaan tenun Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten, meningkat karena warnanya berbeda dengan tenun lain di tanah air.

"Pengunjung wisatawan yang datang ke sini membeli kain tenun dengan jumlah yang banyak," kata Meti (35 tahun), seorang perajin Baduy warga Kadu Ketug, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Sabtu (6/8).

Selama ini, permintaan tenun cenderung meningkat, terutama para wisatawan dari berbagai daerah yang melakukan perjalanan wisata budaya di kawasan Baduy. Mereka para pengunjung wisatawan domestik dari Jakarta, Bandung, Bogor dan Bekasi. Wisatawan membeli kain tenun Baduy untuk dijadikan kenang-kenangan dengan alasan tradisional juga memiliki nilai seni.

Benang bahan baku kain tenunan didatangkan dari Majalaya, Bandung, Jawa Barat. Kerajinan kain tenunan dikerjakan kaum perempuan dengan peralatan secara manual. Biasanya, kata dia, untuk mengerjakan kain dengan ukuran 3x2 meter persegi bisa dikerjakan selama satu minggu.

Perajin merajut kain tenun sambil duduk di balai-balai rumah yang terbuat dari dinding bambu dan atap rumbia. "Kami sudah 15 tahun menjadi perajin tenun, tentu dan bisa memenuhi ekonomi keluarga," katanya.

Salah seorang perajin warga Baduy Luar, Jali (55 tahun) mengaku dirinya merasa kewalahan melayani permintaan tenun Baduy, mulai dari masyarakat umum hingga wisatawan yang setiap hari datang ke perkampungan Baduy. Saat ini, harga kain tenun dan pakaian batik Baduy itu tergantung kualitas mulai Rp 70 ribu sampai Rp 350 ribu per busana. "Selama ini banyak wisatawan domestik semakin mencintai produk tenun Baduy," katanya.

Kepala Bidang Produksi Industri Kecil Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak Herisnen mengatakan pihaknya terus meningkatkan pelatihan-pelatihan kepada para perajin tenun Baduy untuk meningkatkan kualitas. Selain itu juga melakukan pembinaan diversifikasi produk kerajinan tenun dan batik Baduy.

Saat ini, tercatat 50 perajin tenun dan batik Baduy, terus dikembangkan karena dapat menumbuhkan ekonomi lokal. "Kami berharap kerajinan tenun Baduy itu dapat menyerap lapangan pekerjaan juga meningkatkan pendapatan ekonomi mereka," katanya menjelaskan.

sumber : antara

Kamis, 28 Juli 2016

Tenun Ikat Kediri Akan Dipamerkan di Rusia

Tenun ikat Kediri produksi perajin asal Kediri, Jawa Timur. (foto Asmaul Chusna)

Tenun ikat produksi dari Kediri, Jawa Timur akan ditampilkan pada pameran UMKM di Rusia yang akan diselenggarakan Agustus 2016, sehingga Perajin tenun menyiapkan beragam persediaan untuk keperluan itu.

"Saat ini kami persiapan untuk pameran di Rusia Agustus nanti. Sekarang, kami sedang proses produksi," kata Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tenun Ikat Bandar Kidul Kota Kediri Eko Harianto di Kediri, Rabu.

Ia mengatakan, untuk menyiapkan pameran itu, ia sudah meminta kepada seluruh anggota KUB untuk membuat tenun ikat sebab stok sudah sangat menipis pasca-Lebaran 2016.

Pada Lebaran 2016, stok yang dimiliki seluruh anggota KUB, yang berjumlah 10 orang mencapai 1.500 potong kain dan untuk sarung mencapai 3.000 potong. Namun, saat ini stoknya hanya tersisa 5-10 persen.

"Sisa stok kami sangat sedikit, karena saat Lebaran lalu banyak dibeli, baik untuk oleh-oleh ataupun dipakai keluarga. Jadi, untuk pilihan pun saat ini tidak banyak," tutur pria yang juga Perajin tenun ikat ini.

Ia mengaku, salah satu yang menjadi kendala saat ini adalah produksi. Tenun ikat saat ini masih diproduksi dari mesin tradisional, di mana 1 lembar kain hanya bisa diproduksi selama sehari.

Untuk itu, ia dan anggota kelompoknya berencana untuk mengadakan "study banding" ke Bandung, belajar mengoperasionalkan mesin tenun. Dengan mesin, nantinya diharapkan produksi bisa diperbanyak.

Eko menyebut, dengan penggunaan mesin itu, bisa menghemat 6 proses. Selama ini, dengan menggunakan alat tenun tradisional dalam membuat tenun ikat memerlukan 15 proses, tapi dengan mesin bisa diperpendek lagi hanya menjadi 9 proses.

"Dengan mesin, proses lebih cepat. Terlebih lagi, sekarang pemasangan juga lewat daring, jadi dengan alat lama kurang cepat dan kurang optimal," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan rata-rata dalam 1 bulan produksi kain di koperasi bisa mencapai 200 lembar. Saat ini, proses produksi belum optimal, setelah libur Lebaran 2016.

Namun, untuk sementara waktu, sambil menunggu mesin datang, Eko mengatakan menambah jumlah pegawai. Saat ini sudah ada penambahan tenaga kerja hingga 10 orang, sehingga jika ditotal sekarang ada sekitar 60 orang yang bekerja.

Ia pun mengaku bangga dengan perkembangan kerajinan tenun ikat saat ini. Pemerintah memberikan kesempatan luas agar perajin tenun ikat bisa berkembang, di antaranya dengan mewajibkan pemakaian tenun ikat pada seluruh pegawai negeri sipil di kota ini.

Ia pun senang, sebab pemerintah juga memberikan kesempatan kerajinan tenun ikat bisa tembus hingga luar negeri. Sebelumnya, tenun ikat juga dijadikan sebagai salah satu bahan baju dalam peragaan busana di Istanbul, Turki, Mei 2016.

Sementara itu, Kepala Disperindagtamben Kota Kediri Yeti Sisworini mengaku bangga kerajinan tenun ikat bisa melenggang hingga luar negeri. Pemerintah pun berupaya semaksimal mungkin memberikan dukungan agar kerajinan ini semakin mendunia.

"Kami mendukung kerajinan di Kediri semakin berkembang, termasuk tenun ikat," kata Yetti.(*)

sumber: antara

Minggu, 24 Juli 2016

Sejarah Tenun Rangrang

Warga Desa Pejukutan, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, sedang menenun Cepuk Rangrang.
(Kompas.com/Sri lestari)


Tenun Cepuk Rangrang adalah motif kain tenun hasil karya warga Nusa Penida Bali yang sudah dikenalkan kepada masyarakat luas. Sejarahnya, tenun rangrang ini adalah jenin kain tenun leluhur warga Nusa Penida yang dahulunya hanya dijadikan perlengkapan upacara keagamaan saja.

"Nenek moyang kami ratusan tahun lalu sudah menyimpan harta karun yaitu kain tenun bernama Cepuk Rangrang. Cepuk Rangrang hanya dipakai saat upacara keagamaan saja. Sesuai dengan perkembangan zaman, tenun Cepuk Rangrang yang disakralkan ini sudah diproduksi masyarakat," kata Wayan Sukertha, Ketua Kelompok Industri Tenun Wanangun Asri, Desa Pakraman Karang, Desa Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, Sabtu (7/12/2014).

Dress tenun Rangrang, ada 4 motif (ALC1457)

Tenun Cepuk Rangrang berasal dari kata Cepuk dan Rangrang atau disebut Cepuk bolong-bolong. Cepuk bolong-bolong ini merupakan simbol transparansi. Industri dari kelompok ini sudah mulai berkembang berkat bantuan dan dukungan dari Bank Indonesia sebagai pembina dan antusiasme masyarakat Desa Pejukutan cukup tinggi.

"Motif tenun Cepuk Rangrang ini simbol dari transparansi. Sebenarnya masyarakat kami ingin berkembang  untuk menghadirkan produk-produk industri yang menjadi andalan, tapi selama ini kendala dana. Beruntung kami dapat pembinaan sejak empat tahun ini," tambahnya.

Tenun Cepuk Rangrang memiliki ciri yaitu pada lembaran kain tenunnya terdapat ruang-ruang kecil berlubang. Sementara motifnya juga beda dengan tenun-tenun hasil karya masyarakat Bali di kabupaten-kabupaten lain seperti dari Klungkung, Karangasem, Jembrana, Tabanan dan lainnya.
Di samping desain berlobang dan motif yang berbeda, warnanya pun juga lebih cerah dari tenun lainnya, yaitu dengan didominasi warna merah, orange dan ungu.

Pemilihan bahan warnanya bisa menggunakan bahan kimia atau bahan alami terbuat dari daun, buah dan akar-akaran tertentu. Harganya pun juga berbeda. Selendang dihargai Rp 100.000 sampai Rp 200.000. Sementara harga untuk kain tenun yang lebar antara Rp 400.000 hingga Rp 1,2 juta.

sumber : kompas.com
0001-6173730775_20210818_213258_0000
IMG_20211008_152953